Dalam anime bergenre aksi dan shōnen, sistem kekuatan atau power scaling jadi elemen penting untuk menjaga konsistensi cerita dan membuat pertarungan terasa seru. Tapi nggak semua anime berhasil mengatur hal ini dengan baik, Geeks! Ada yang awalnya solid, tapi lama-lama kekuatannya jadi ngaco, bikin pertarungan kehilangan tensi dan karakter kehilangan relevansi. Nah, dibawah ini adalah 10 anime dengan power scaling yang paling kacau, simak selengkapnya ya Geeks!
Fairy Tail
Dikenal sebagai anime shōnen dengan tema persahabatan yang kental, Fairy Tail sering kali mengandalkan semangat “power of friendship” untuk menyelesaikan konflik. Sayangnya, hal ini menjadi bumerang ketika karakter seperti Natsu bisa tiba-tiba mengalahkan musuh kuat hanya karena teman-temannya berada dalam bahaya, tanpa ada penjelasan kekuatan yang masuk akal.
Masalah power scaling di anime ini terlihat jelas saat musuh yang awalnya tak terkalahkan bisa dikalahkan dalam sekejap begitu Natsu atau kawan-kawannya mendapatkan dorongan emosional. Pertarungan sering kali kehilangan ketegangan karena penonton sudah bisa menebak bahwa karakter utama akan menang dengan kekuatan yang muncul entah dari mana.
Seiring berjalannya cerita, kebiasaan ini terus diulang hingga membuat banyak momen penting kehilangan bobot emosional. Ketika kekuatan tidak berasal dari pelatihan, pengalaman, atau strategi, tetapi semata-mata dari semangat, maka sistem kekuatan menjadi tidak masuk akal dan tidak punya aturan yang jelas untuk diikuti.
Soul Eater
Sepanjang sebagian besar episodenya, Soul Eater masih berhasil menjaga keseimbangan kekuatan antar karakter. Sistem kekuatan yang berpusat pada kerja sama antara Meister dan Weapon cukup solid dan konsisten. Namun, semua berubah drastis ketika anime ini memutuskan untuk menyimpang dari cerita manga dan membuat ending orisinal sendiri.
Pada bagian akhir, konflik dengan Asura seharusnya menjadi momen klimaks dengan pertarungan intens dan penuh strategi. Namun, semuanya berakhir antiklimaks saat Maka, yang tidak digambarkan sebagai petarung utama selama cerita, tiba-tiba mengalahkan Asura hanya dengan satu pukulan. Padahal, Asura adalah karakter yang digambarkan sebagai ancaman tertinggi sepanjang seri.
Kekacauan dalam power scaling ini membuat momen akhir terasa tidak berdampak. Tidak ada eskalasi kekuatan atau perkembangan strategi yang masuk akal. Hanya kemarahan mendadak dari karakter utama yang entah bagaimana cukup untuk menyelesaikan konflik, yang membuat build-up cerita sebelumnya jadi tidak berarti.
Hunter x Hunter
Di awal cerita, Hunter x Hunter berhasil menciptakan sistem kekuatan yang cerdas dan berbasis strategi. Tokoh-tokohnya menggunakan kemampuan Nen dengan cara unik dan taktis untuk mengalahkan musuh yang lebih kuat. Tapi saat cerita masuk ke Chimera Ant Arc, arah power scaling berubah drastis dan tidak lagi konsisten.
Karakter seperti Meruem dan Netero membawa skala kekuatan ke level dewa, di mana strategi dan teknik menjadi tidak relevan jika lawannya terlalu kuat secara fisik. Puncaknya adalah transformasi Gon saat bertarung melawan Pitou. Ia mengorbankan masa depan dan kekuatannya demi mendapatkan kekuatan setara untuk membalas dendam, sebuah langkah ekstrem yang memicu banyak perdebatan.
Meski transformasi itu menggunakan mekanik kontrak Nen yang sudah dijelaskan sebelumnya, eksekusinya tetap terasa aneh karena Gon bisa selamat setelahnya. Hal ini membuat sistem kekuatan kehilangan konsistensinya. Ketika pengorbanan sebesar itu tidak memberikan konsekuensi permanen, maka seluruh sistem kehilangan maknanya dalam menjaga ketegangan dan realisme cerita.
The Rising of the Shield Hero
Awalnya, The Rising of the Shield Hero menampilkan konsep menarik dengan tokoh utama yang hanya bisa bertahan, bukan menyerang. Naofumi, sang protagonis, ditunjuk sebagai Shield Hero, dan perannya sebagai pelindung grup menjadi poin utama dalam ceritanya. Namun seiring waktu, arah cerita berubah drastis hingga membuat Naofumi menjadi karakter paling kuat di antara para hero lainnya.
Ketika cerita berlanjut, kekuatan Naofumi terus meningkat secara signifikan. Ia bisa mengalahkan musuh besar seperti Wave of Calamity sendirian, yang seharusnya menjadi ancaman global dan butuh kerja sama seluruh hero. Bentuk-bentuk baru dari tamengnya yang terus muncul juga memperlihatkan bahwa ia bisa menyerang, menyerap kekuatan musuh, bahkan memanipulasi berbagai elemen, yang secara perlahan menghapus identitasnya sebagai “defender”.
Masalah power scaling di anime ini semakin terasa ketika peran karakter pendukung menjadi tidak relevan karena semua bisa diselesaikan oleh Naofumi. Konsep awal yang membatasi kekuatan utama karakter malah ditinggalkan, membuat seluruh konflik terasa kurang menantang karena hasil pertarungan sudah bisa ditebak sejak awal.
The Seven Deadly Sins
Sejak awal, para anggota The Seven Deadly Sins sudah digambarkan sebagai sosok yang sangat kuat, terutama Meliodas dan Escanor. Di beberapa musim pertama, anime ini masih berusaha menjaga keseimbangan dengan memperkenalkan musuh-musuh yang bisa mengimbangi mereka. Namun, seiring waktu, kekuatan para karakter utama terus meningkat sampai titik yang sulit dijelaskan secara logis.
Ketika para karakter seperti Meliodas bisa dengan mudah menandingi bahkan dewa atau iblis tertinggi, sulit bagi penonton untuk merasa bahwa pertarungan mereka benar-benar memiliki risiko. Beberapa karakter bahkan mati, hanya untuk dihidupkan kembali karena alasan plot, sehingga ketegangan jadi hilang. Hal ini membuat konflik utama terasa seperti formalitas, bukan ancaman nyata.
Puncaknya terjadi saat semua kekuatan musuh tampak tidak berarti dibandingkan kekuatan penuh Meliodas. Meskipun diperkenalkan karakter-karakter seperti Ten Commandments, ancaman mereka tidak pernah terasa maksimal karena karakter utama selalu punya jalan keluar. Inilah yang akhirnya membuat power scaling di anime ini kehilangan arah.
Overlord
Anime ini sejak awal memperlihatkan karakter utama yang jauh lebih kuat dari semua musuhnya. Ainz Ooal Gown, sang protagonis, merupakan satu-satunya pemain yang tertinggal di dunia game setelah server ditutup, dan semua kekuatannya tetap aktif. Ia tampil sebagai entitas tak terkalahkan sejak episode pertama, dan itu terus berlanjut tanpa hambatan berarti.
Setiap musuh baru yang muncul selalu dengan mudah dikalahkan oleh Ainz atau bawahannya. Bahkan saat ancaman tampak besar, ceritanya selalu berujung pada kemenangan instan berkat perbedaan kekuatan yang terlalu jauh. Alur cerita kemudian lebih fokus pada strategi politik dan ekspansi wilayah, karena sisi pertarungan sudah tidak lagi menegangkan.
Masalah utama muncul karena potensi konflik selalu dihalangi oleh dominasi Ainz yang tidak bisa disentuh. Tidak ada rival sepadan, dan bahkan kemungkinan munculnya musuh setara hanya dibahas sekilas lalu dilupakan. Hasilnya, pertumbuhan karakter dan pengembangan cerita jadi monoton karena tidak ada tantangan nyata.
One Piece
Anime legendaris ini memiliki dunia yang sangat luas dan sistem kekuatan berbasis Devil Fruit serta Haki. Di awal cerita, kekuatan Devil Fruit terasa sangat menentukan, terutama jenis Logia yang membuat penggunanya hampir tidak bisa disentuh. Namun, setelah Haki diperkenalkan, sistem kekuatan menjadi semakin rumit dan tidak seimbang.
Awalnya, Haki diperkenalkan untuk menyeimbangkan kekuatan buah iblis. Tapi semakin jauh ceritanya berjalan, Haki justru jadi lebih penting dari segalanya. Karakter seperti Gol D. Roger, Shanks, dan Rayleigh menjadi yang terkuat meskipun tidak punya Devil Fruit. Pernyataan Kaido bahwa Haki adalah kekuatan tertinggi di dunia menambah keruwetan sistem kekuatan ini.
Sistem kekuatan di One Piece kini lebih condong pada siapa yang punya Haki terkuat daripada kemampuan unik Devil Fruit. Hal ini membuat beberapa karakter dengan buah iblis menarik justru terasa kalah penting, dan kekuatan jadi tergantung pada “keinginan” atau “tekad” yang sulit diukur secara konkret. Alhasil, skala kekuatan menjadi semakin kabur dan tidak konsisten.
Black Clover
Konsep awal dari Black Clover cukup menarik karena menghadirkan Asta sebagai karakter utama yang tidak memiliki sihir. Ia hanya mengandalkan kekuatan fisik dan pedang anti-sihir, membuat perjalanannya sebagai petarung terasa penuh perjuangan. Namun seiring berjalannya cerita, kekuatan Asta berkembang terlalu cepat dan tidak lagi sesuai dengan premis awal.
Kehadiran karakter seperti Liebe, iblis yang menjadi sumber anti-sihir Asta, membuat kekuatannya naik secara drastis. Setiap arc selalu menghadirkan bentuk baru, kekuatan baru, atau serangan pamungkas yang lebih kuat dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan ketegangan dalam pertarungan menurun karena Asta hampir selalu bisa menyesuaikan kekuatannya sesuai kebutuhan cerita.
Masalah lain muncul ketika rivalnya, Yuno, juga mengalami perkembangan kekuatan yang serupa tanpa proses yang jelas. Baik Asta maupun Yuno mendadak menjadi salah satu karakter terkuat tanpa adanya transisi logis atau batasan kemampuan yang jelas. Akibatnya, sistem kekuatan di Black Clover tidak lagi punya arah yang jelas dan terasa tidak konsisten.
Sword Art Online: Alicization
Pada awalnya, Sword Art Online memperkenalkan Kirito sebagai pemain jenius yang bisa menguasai game lebih cepat dari yang lain. Namun ketika masuk ke arc Alicization, kekuatan Kirito meningkat ke level yang hampir tidak bisa dinalar. Ia menjadi terlalu penting, hingga cerita terpaksa membuatnya tidak sadar untuk sebagian besar cerita agar ada ruang untuk karakter lain.
Setiap kali Kirito kembali aktif, dia langsung menjadi pahlawan utama yang menyelesaikan semua masalah dalam waktu singkat. Hal ini mengurangi relevansi karakter pendukung karena mereka hanya berperan sebagai pengisi waktu sampai Kirito kembali bangkit. Sistem kekuatan dalam dunia Underworld pun terasa kacau karena semuanya tergantung pada kekuatan emosional Kirito.
Akhir cerita dari Alicization menegaskan kekacauan power scaling dengan Kirito yang menjadi tak terkalahkan, menebas musuh tanpa usaha berarti. Tidak ada perkembangan bertahap, dan semua kemenangan terasa datang karena status Kirito sebagai karakter utama, bukan karena strategi atau pertumbuhan karakter yang logis.
Naruto: Shippuden
Di posisi puncak ada Naruto: Shippuden, yang mengalami lonjakan kekuatan luar biasa dibandingkan dengan seri aslinya. Pada awalnya, Naruto dikenal sebagai karakter underdog yang berkembang berkat kerja keras dan strategi. Namun, saat masuk ke cerita lanjutan, fokus mulai bergeser ke karakter yang punya Dojutsu, garis keturunan khusus, dan kekuatan dewa.
Keberadaan Hashirama Cells, chakra Sage of Six Paths, dan Dojutsu seperti Rinnegan dan Sharingan mengacaukan sistem kekuatan yang awalnya cukup masuk akal. Karakter seperti Naruto dan Sasuke mendapatkan kekuatan luar biasa dari warisan keturunan dan pemberian dewa, sehingga pertarungan menjadi duel antar entitas super, bukan lagi ninja yang mengandalkan strategi.
Puncak kekacauan terjadi di Perang Dunia Shinobi Keempat, di mana hampir setiap karakter mendapatkan upgrade kekuatan dadakan. Sistem yang dulunya sederhana berubah menjadi terlalu rumit dan tidak terkendali. Akhirnya, pertarungan tidak lagi tentang kemampuan ninja, tetapi siapa yang memiliki kekuatan keturunan paling hebat.
Artikel 10 Anime dengan Power Scaling yang Kacau! pertama kali tampil pada Greenscene.