Dalam dunia anime, visual memainkan peran penting dalam menghadirkan cerita yang berkesan. Visual yang indah bisa membuat alur cerita semakin menarik, tetapi visual yang buruk justru bisa menghancurkan pengalaman menonton, bahkan untuk anime dengan premis yang menjanjikan. Beberapa anime di bawah ini menjadi terkenal bukan karena kualitas ceritanya, tetapi karena kualitas animasinya yang jauh dari kata memuaskan. Berikut adalah daftar anime dengan visual paling buruk yang pernah ada, yang sering kali menjadi bahan kritik dan perbincangan di kalangan penggemar.
Berserk (2016)
Sebagai adaptasi dari manga legendaris karya Kentaro Miura, Berserk (2016) diharapkan menjadi sebuah karya yang setara dengan reputasi manganya. Namun, kenyataan jauh dari ekspektasi. Anime ini menggunakan CGI sebagai metode utama animasinya, tetapi hasil akhirnya sangat mengecewakan. Gerakan karakter terlihat kaku, ekspresi wajah kurang emosional, dan transisi antaradegan terasa tidak mulus. Para penggemar yang terbiasa dengan ilustrasi detail di manganya merasa bahwa kualitas visual ini tidak adil untuk cerita yang epik seperti Berserk.
Adegan aksi yang menjadi inti dari Berserk juga tidak mampu menghadirkan intensitas yang diharapkan. Animasi CGI terlihat seperti video game lama yang belum selesai dipoles. Bahkan, momen-momen penting yang seharusnya memberikan dampak emosional malah terasa datar karena kurangnya perhatian pada detail animasi. Kombinasi antara cerita yang kompleks dan visual yang buruk membuat anime ini sulit dinikmati, bahkan oleh penggemar setia.
Meskipun demikian, Berserk tetap memiliki daya tarik bagi mereka yang ingin melihat kelanjutan cerita Guts dalam bentuk animasi. Namun, banyak yang lebih memilih kembali ke versi manga atau adaptasi anime tahun 1997 yang dianggap jauh lebih baik dalam hal penyampaian visual dan atmosfer.
Ex-Arm (2021)
Ex-Arm dikenal luas sebagai salah satu anime dengan visual paling buruk dalam sejarah modern. Adaptasi dari manga berjudul sama ini menggunakan CGI secara penuh, tetapi hasil akhirnya terlihat amatir. Karakter tampak seperti boneka tanpa ekspresi, gerakan mereka kaku, dan interaksi dengan latar belakang terasa tidak sinkron. Masalah ini semakin diperburuk dengan desain latar yang tidak mendukung suasana cerita futuristik yang diangkat dalam anime ini.
Salah satu faktor utama di balik buruknya kualitas visual adalah kurangnya pengalaman dari studio yang memproduksi anime ini. Studio Visual Flight, yang sebelumnya tidak memiliki rekam jejak dalam produksi anime besar, menghadapi banyak kendala teknis selama proses pembuatan. Akibatnya, Ex-Arm menjadi bahan lelucon di kalangan penggemar anime, dengan banyak yang menganggapnya sebagai contoh bagaimana CGI seharusnya tidak digunakan.
Premis cerita tentang teknologi masa depan dan pertempuran dengan robot sebenarnya memiliki potensi besar, tetapi semua itu tenggelam karena kualitas visual yang tidak memadai. Kritik keras terhadap anime ini menjadi pengingat bagi industri bahwa kualitas produksi sangat penting dalam menciptakan pengalaman menonton yang memuaskan.
Pupa (2014)
Sebagai anime horor psikologis, Pupa memiliki premis yang menarik tentang hubungan saudara yang harus bertahan hidup dalam situasi penuh teror. Namun, eksekusi visualnya membuat anime ini kehilangan daya tarik. Animasi terlihat minim detail, dengan ekspresi wajah yang tidak mampu menyampaikan emosi. Hal ini sangat disayangkan, mengingat genre horor sangat bergantung pada atmosfer dan detail visual untuk menciptakan ketegangan.
Durasi setiap episode yang hanya sekitar empat menit juga menjadi salah satu faktor yang merusak kualitas anime ini. Alur cerita terasa terburu-buru, dan banyak adegan penting dipotong sehingga kehilangan dampak emosionalnya. Sensor yang berlebihan pada adegan gore juga mengurangi elemen horor yang seharusnya menjadi daya tarik utama.
Meskipun premisnya memiliki potensi, Pupa menjadi salah satu contoh bagaimana buruknya animasi dan keputusan produksi dapat merusak sebuah cerita. Anime ini sering disebut sebagai salah satu yang terburuk dalam genre horor, dengan banyak penggemar memilih untuk membaca versi manganya daripada menonton adaptasinya.
Mars of Destruction (2005)
Mars of Destruction sering dianggap sebagai salah satu anime terburuk sepanjang masa, dan visualnya adalah salah satu alasan utamanya. Dengan durasi hanya 20 menit, anime ini terlihat seperti proyek yang dikerjakan dengan anggaran rendah dan tanpa perhatian pada detail. Animasi terlihat kaku, dengan gerakan karakter yang tidak natural dan desain latar yang minim detail.
Adegan aksi, yang seharusnya menjadi sorotan, malah menjadi bahan tertawaan. Musuh yang dihadapi oleh karakter utama terlihat seperti manekin yang bergerak lambat, sementara efek suara dan ledakan tidak sinkron dengan animasi. Selain itu, ekspresi karakter tidak mampu menyampaikan emosi, sehingga adegan dramatis terasa hambar dan kehilangan intensitas.
Mars of Destruction menjadi contoh klasik tentang bagaimana produksi yang tergesa-gesa dan anggaran rendah dapat menghasilkan anime yang buruk. Meski memiliki premis cerita yang menarik, eksekusi yang buruk membuat anime ini lebih dikenal sebagai bahan lelucon daripada karya yang layak diapresiasi.
Hand Shakers (2017)
Anime ini mencoba memadukan elemen CGI dan animasi 2D untuk menciptakan visual yang unik, tetapi hasil akhirnya justru menuai banyak kritik. Salah satu masalah terbesar dalam Hand Shakers adalah gerakan kamera yang terlalu dinamis dan sering kali membuat penonton merasa pusing. Desain latar yang terlalu sibuk dan penuh warna juga mengalihkan perhatian dari cerita utama, menciptakan pengalaman menonton yang membingungkan.
Karakter dalam Hand Shakers juga terlihat kurang menyatu dengan latar belakangnya. Penggunaan CGI yang tidak mulus membuat interaksi antar elemen visual terasa tidak alami. Adegan aksi yang seharusnya menjadi daya tarik utama malah terasa kacau karena terlalu banyak elemen visual yang bertumpuk dalam satu frame.
Meskipun Hand Shakers memiliki premis yang menarik, yaitu tentang pasangan yang harus bekerja sama dalam pertempuran untuk mencapai tujuan mereka, kualitas visualnya yang buruk membuat banyak penonton kehilangan minat. Anime ini menjadi contoh lain tentang bagaimana ambisi besar tanpa eksekusi yang matang dapat merusak potensi sebuah karya.
King’s Game The Animation (2017)
Berdasarkan novel populer Ousama Game, anime ini memiliki cerita yang menjanjikan tentang permainan mematikan yang melibatkan sekelompok siswa. Sayangnya, kualitas visualnya jauh dari harapan. Animasi terlihat tidak konsisten, dengan desain karakter yang sering kali berubah-ubah kualitasnya. Gerakan mereka kaku, dan adegan aksi kehilangan intensitas karena kurangnya perhatian terhadap detail.
Efek visual seperti pencahayaan dan bayangan juga tidak mendukung suasana horor yang diinginkan. Banyak adegan kematian yang seharusnya menjadi momen paling dramatis terasa datar dan tidak berdampak karena eksekusi visual yang buruk. Bahkan adegan-adegan emosional tidak berhasil menyampaikan perasaan mendalam karena ekspresi wajah karakter yang tidak memadai.
Meski ceritanya memiliki potensi besar untuk menjadi anime horor yang intens, visualnya yang buruk membuat King’s Game The Animation sulit untuk dinikmati. Ini adalah contoh lain bagaimana animasi yang buruk dapat merusak keseluruhan pengalaman menonton, terlepas dari kekuatan ceritanya.
Vampire Holmes (2015)
Vampire Holmes adalah anime pendek yang mencoba menghadirkan parodi dari genre detektif klasik, tetapi gagal total dalam aspek visual dan eksekusi cerita. Animasi dalam anime ini terasa sangat minim, dengan gerakan karakter yang hampir tidak ada. Sebagian besar adegan hanya menampilkan gambar statis yang disertai dialog, membuatnya lebih mirip drama audio daripada sebuah anime.
Desain karakter terlihat kurang detail, dan ekspresi wajah mereka tidak mencerminkan emosi dari situasi yang sedang terjadi. Latar belakang juga terasa generik dan tidak mendukung atmosfer cerita. Kombinasi dari animasi yang nyaris tidak ada dan skrip yang lemah membuat Vampire Holmes sulit dinikmati, bahkan sebagai parodi.
Meskipun durasinya pendek, Vampire Holmes gagal memberikan pengalaman menonton yang memuaskan. Anime ini sering menjadi contoh bagaimana produksi dengan anggaran rendah dan minim perhatian terhadap kualitas visual dapat menghasilkan karya yang jauh dari ekspektasi.
Demon Lord Dante (2002)
Sebagai adaptasi dari manga klasik karya Go Nagai, Demon Lord Dante diharapkan menjadi anime yang epik. Namun, kualitas visualnya sangat mengecewakan, terutama jika dibandingkan dengan karya-karya adaptasi lainnya dari mangaka legendaris ini. Animasi dalam Demon Lord Dante terasa kaku, dengan adegan aksi yang terlihat tergesa-gesa dan kurang terkoordinasi.
Selain animasi yang lemah, desain karakter dan monster dalam anime ini juga tidak memiliki detail yang cukup untuk menciptakan atmosfer horor atau epik. Bahkan adegan-adegan penting yang seharusnya menjadi sorotan cerita kehilangan dampaknya karena visual yang tidak mendukung. Hal ini sangat disayangkan, mengingat cerita Demon Lord Dante memiliki elemen menarik tentang perjuangan melawan nasib dan kekuatan supernatural.
Meskipun memiliki alur cerita yang gelap dan penuh konflik, Demon Lord Dante sulit untuk dinikmati karena kualitas visual yang tidak sesuai dengan standar, bahkan untuk anime yang dirilis di awal 2000-an. Anime ini menjadi salah satu karya yang terlupakan di antara adaptasi lainnya dari manga Go Nagai.
Wizard Barristers: Benmashi Cecil (2014)
Wizard Barristers memiliki premis menarik tentang seorang pengacara muda yang berurusan dengan kasus hukum di dunia sihir. Namun, kualitas visualnya yang tidak konsisten menjadi salah satu kelemahan utama anime ini. Beberapa adegan terlihat cukup baik, tetapi banyak momen lainnya terasa seperti dikerjakan secara terburu-buru, dengan animasi yang tidak halus dan detail latar belakang yang terabaikan.
Masalah ini paling terlihat pada adegan aksi, di mana gerakan karakter sering terlihat kaku dan kurang dinamis. Desain sihir dan efek visual juga tidak cukup kuat untuk memberikan kesan magis yang memukau. Hal ini membuat banyak adegan yang seharusnya menjadi momen puncak cerita malah terasa datar dan kurang berkesan.
Meskipun Wizard Barristers memiliki ide cerita yang orisinal, eksekusi visual yang buruk membuat anime ini kehilangan potensi untuk menjadi salah satu karya yang diingat. Ini adalah contoh lain bagaimana produksi yang kurang matang dapat merusak pengalaman menonton anime, bahkan untuk cerita yang menjanjikan.
Gibiate (2020)
Gibiate dirilis dengan ekspektasi tinggi karena melibatkan beberapa veteran industri anime, termasuk Yoshitaka Amano, desainer terkenal dari Final Fantasy. Namun, hasil akhirnya jauh dari harapan. Visual anime ini dianggap sangat buruk, dengan animasi yang tidak mulus, efek CGI yang kasar, dan desain monster yang terlihat kurang menyeramkan. Masalah teknis ini membuat anime yang seharusnya epik malah menjadi bahan kritik pedas di kalangan penggemar.
Salah satu kelemahan terbesar Gibiate adalah penggunaan CGI yang terlihat tidak menyatu dengan elemen animasi 2D. Gerakan monster sering kali terasa canggung dan tidak realistis, sehingga mengurangi intensitas adegan aksi. Selain itu, latar belakang dan pencahayaan sering kali tidak konsisten, membuat banyak adegan terlihat seperti belum selesai dikerjakan.
Premis ceritanya tentang pandemi virus yang mengubah manusia menjadi monster sebenarnya relevan dan menarik, tetapi eksekusi visualnya membuat pengalaman menonton terasa mengecewakan. Gibiate menjadi pengingat bahwa bahkan dengan nama besar di belakang layar, kualitas visual tetap menjadi faktor penting untuk keberhasilan sebuah anime.
Visual yang buruk dapat menjadi faktor utama yang merusak pengalaman menonton anime, bahkan untuk cerita yang memiliki potensi besar. Dari Berserk (2016) hingga King’s Game The Animation, daftar ini menunjukkan bagaimana kualitas animasi yang lemah dapat mengurangi daya tarik sebuah karya. Meski begitu, anime-anime ini tetap menjadi pengingat penting bagi industri bahwa animasi berkualitas adalah elemen yang tidak boleh diabaikan. Apakah ada anime lain yang menurut Anda memiliki visual yang mengecewakan?
Artikel 10 Anime dengan Visual Paling Buruk! pertama kali tampil pada Greenscene.