Latar Belakang Keluarga dari Penyerangan Kyoto Animation Terungkap

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr +


Melalui sebuah artikel “Dua Tahun Setelah Penyerangan Kyoto Animation, Keluarga “Terkutuk” Shinji Aoba Melakukan Bunuh diri” yang diterbitkan melalui portal Yahoo! News Japan, dibahas mengenai alasan yang melatar belakangi dari penyerangan pembakaran Kyoto Animation 2 tahun silam, tepatnya pada 18 Juli 2019.

Berdasarkan artikel yang diterbitkan, dijelaskan mengenai alasan mengapa keluarga Shinji Aoba dikatakan sebagai ‘terkutuk’. Selain itu, selain kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh Shinji Aoba, ditemukan fakta bahwa kakek, ayah, dan adik perempuan sang pembunuh turut melakukan upaya bunuh diri. Laporan pembahasan keluarga Aoba ini dilakukan oleh Ryo Isobe, seorang penulis yang telah menerbitkan buku non-fiksi “Terorisme di Tahun Pertama Era Reiwa”, buku kedelapan dari serial yang telah diterbitkan.

Ayah dari Shinji Aoba, Masao (nama samaran), lahir pada tahun 1933 di S-machi yang saat ini menjadi kota Joso. Rumah mereka yang merupakan bangunan satu lantai, telah dihancurkan untuk dijadikan apartemen, tetapi sawah di bagian depan rumah masih terlihat seperti sedia kala. Masao harus bekerja keras karena kehidupan mereka yang terbilang cukup sulit, ia juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai kurir barang ke Tokyo.

Kerja keras yang ia lakukan berhasil membuatnya dikenal masyarakat dan mendapat julukan ‘pekerja hebat’. Tidak sampai disana, keteladanan dari perbuatannya turut dibanggakan warga ketika ia memiliki seekor kuda putih namun tidak pernah ditunggangi kuda tersebut selelah apapun yang ia rasakan karena tindakannya menyakiti hewan dan ia kasihan. Kejadian naas pun harus terjadi saat ia melakukan upaya bunuh diri.

 â€œMasao hidup menderita dikarenakan riwayat kanker yang ia miliki dan tidak mampu pergi untuk berobat sehingga ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.” kata seorang warga setempat.

Di sisi lain, ibu Aoba Shinji, Tokiko, lahir pada tahun 1950 yang 17 tahun lebih muda dari Masao. Tokiko berasal dari desa Os yang saat ini menjadi bagian dari kota Joso. Setelah lulus dari bangku SMA, ia melanjutkan hidupnya dengan bekerja di taman kanak-kanak dan selalu berangkat menggunakan bis.

“Ia selalu bersama seorang pria (ayahnya) ketika pergi menuju halte bus dan pria itu memboncengnya menggunakan sepeda. Aku mengingatnya yak arena cerita ini cukup jaran dibicarakan di sekitar sini.” komentar seorang laki-laki tua.

Ayah Tokiko merupakan seorang mantan tentara dan dikenal sebagai “Mr. Marino” di desa. Rumah mereka dapat dikatakan kecil jika dibandingkan dengan struktur rumah utama yang indah, namun terdapat lapangan kecil di belakangnya.Setelah didemobilisasi, Tokiko pergi bekerja di pabrik terdekat setelah calon suaminya tidak dapat mencari nafkah hanya dari bertani. Setelah kawin lari dengan Masao, Tokiko tidak kembali ke rumah ayahnya selama bertahun-tahun.

Baca juga: Kyoto Animation Membuat Video Untuk Memperingati 2 Tahun Pembakaran Studio 1 Pada 2019

Kehidupan Shinji Aboba saat muda merupakan kehidupan yang normal, ia juga sempat bekerja paruh waktu saat SMA di bagian dokumen untuk Pemerintah Prefektur Saitama, dan setelah lulus kembali bekerja paruh waktu di sebuah supermarket. Kehidupan yang normal itu berubah ketika ia sudah mulai hidup mandiri di Kota Kasukabe, saat umurnya 20 tahun.

Ia harus menerima kenyataan bahwa keluarganya mulai hancur, dimulai dari kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh ibunya, lalu kabur dan meninggalkan rumah, meninggalkan suami dan ke 3 anaknya. Masao yang bekerja sebagai supir taxi harus menerima kemalangan ketika kecelakaan mobil yang ia alami sehingga ia dipecat dan tidak mampu membayar biaya sewa. Ia pun melakukan upaya bunuh diri pada tahun 1999, sama seperti yang dilakukan ayah Masao.

Dalam pencarian keberadaan putri sulung keluarga Masao, sekitar 10 tahun sejak kematian ayahnya, diperoleh kesaksian bahwa ia sempat terlihat mengunjungi sebuah kuil di kota Joso. Setelah kasus pembakaran di Kyoto Animation, pendeta yang menghadiri kasus itu terkejut menyadari bahwa wanita yang ia temui di kuil adalah saudara perempuan Shinji Aoba, dari apa yang dia dengar dari orang lain.

“Ketika ia sampai di rumah (kuil) kami, ia berteriak seperti orang gila dan seolah bisa melihat sesuatu. Saya ingat dia mengatakan sesuatu seperti ‘Ada semangat GACKT.’ Ia dalam keadaan sedemikian rupa sehingga dia tidak bisa berjalan sendiri dan ditemani wanita tua, ‘Dia bersikeras (ke kuil) agar rohnya diusir disini.’ Kata wanita tua itu.”

Namun, keesokan harinya sang pendeta mendengar cerita yang mengejutkan. “Ia meninggal akibat bunuh diri sehari setelah datang ke kuil kami untuk berdoa. Ia gantung diri di gudang sudut sekolah setelah seeorang anak laki-laki dari klub olahraga menemukannya tewas di dalam saat ia  datang untuk berlatih di pagi hari membuka gudang tersebut. Saat ini, gudang tersebut telah dihancurkan karena memberikan traumatis bagi anak-anak. Polisi pun sempat mengunjungi kuil karena ia mendatangi kuil juga sehari sebelumnya.”

Sulit untuk tidak merasakan hubungan sebab akibat ketika tiga generasi berturut-turut yaitu kakek, ayah, dan saudara perempuan , turut melakukan upaya bunuh diri, atau mungkinkah kutukan pada keluarga Aoba tidak lebih dari sebuah kaki yang tersangkut di rawa yang membentang di seluruh Jepang bagian bawah. Dimana ketika sudah masuk ke dalamnya, mustahil untuk bisa keluar.

Source

Yahoo! News Japan



Share.